Kumpulan Cerpen dan Fanfict dari fans Fans JKT48 @story_48

Even A Hundred Year








EVEN A HUNDRED YEAR.
Karya Rafael Stefan Lawalata.

Sudah menjadi ritual bagi diriku untuk mampir di kafe kecil di dekat rumahku. Sebenarnya, kafe itu terletak di antara rumah dan SMPku. Sambil singgah demi menikmati kopi hitam manis yang menjadi menu spesial di sana, aku sering bernostalgia pada kenangan-kenangan ketika aku mengenyam pendidikan di SMP. Setiap pulang, aku dan beberapa temanku selalu mampir kemari. Sejak saat itulah, aku mulai menikmati kopi hitam manis ini. Dan seingatku, sejak saat itu juga, aku bertemu dengan cinta pertamaku.

Cinta pertama semanis segelas kopi hitam yang kunikmati. Walau dirinya seputih susu, wajahnya tak pernah sedikit pun hilang dari benakku.

Bergonta-ganti kekasih, hingga sekarang melajang, sekalipun tak pernah kulupakan dirinya.

Siswi kelas 7B kala itu. Jessica Vania Widjaja. Aku tak pernah melupakan namanya. Saat itu umurku baru menginjak 15 tahun.

Tiga tahun kemudian, yaitu sekarang, aku masih tetap mengingatnya. Mungkin dengan singgah dan menikmati segelas kopi hitam di kafe ini dapat mengobati kerinduanku kepadanya yang belum pernah kujumpa sejak kami lulus dari SMP.

Namun hari itu,
Setelah tiga tahun menanti,
Akhirnya takdir tak terduga telah menanti.

''Rafael kan?'' tanya suara merdu yang tidak asing lagi bagi telingaku.
Aku yang setengah mengantuk; meski telah menghabiskan segelas kopi itu, segera terbangun dan menoleh ke sumber suara itu.

''Je... Jeje...???'' tanyaku terkejut.
''Aku kira kamu udah lupa sama aku... ternyata enggak hehe,'' jawabnya.

Aku benar-benar terkejut. Dia, yang berdiri di hadapanku, memang benar-benar Jeje, maksudku Jessica Vania Widjaja. Cinta pertama yang kuceritakan tadi!

''Masih suka ke sini ya?'' tanyanya sambil duduk di sebelahku.
''I.. iya dari dulu...'' jawabku terbata-bata, masih terkejut.
''Kok kamu kaya ngeliat hantu aja sih?'' tanyanya tertawa.
''Kaget aja. Gak nyangka bisa ketemu di sini,'' jawabku. ''Lima tahun ya.''
''Lebay kamu! Emangnya kamu gak pernah nonton tv ya?'' tanyanya sambil memanggil pelayan.
''Nonton kok, kenapa?''
''Aku kan sering muncul di tv, atau... hehehe mungkin aku yang lebay, bukan artis aja kok...'' sahutnya dengan wajah yang menggemaskan.
''Aku kurang mengikuti perkembangan dunia hiburan. Oh ya, bukannya kamu tergabung dengan grup idol itu... hem... JKT 48 ya?'' tanyaku.
''He-eh,'' jawabnya mengangguk. ''Kurang update ya kamu!''
''Begitulah, aku sibuk sih,'' jawabku.

''Mau pesan apa mba?'' tanya pelayan toko yang menghampiri kami.
Jeje masih berpikir sambil melihat menu di tangannya. Sebelum ia sempat menjawab,

''Cappucino dingin,'' jawabku. ''Dengan es berjumlah genap.''
''Ihhh kok kamu tau sih? Masih inget aja!''
Aku tak pernah melupakan minuman favoritnya yang selalu ia pesan jika pergi kemari.
''Insting...'' jawabku.
Jeje memperhatikanku dengan tajam seolah tak percaya.
''Kamu stalker ya?'' tanya dia.
''.... dan keberuntungan....'' tambahku. Ia tertawa mendengarnya.

Setelah cappucino favoritnya bergabung di meja kami, aku dan Jeje terus berbincang mengenai masa sekolah kami dulu. Ia dan aku mulai berkenalan ketika kami tergabung dalam grup vokal di SMP kami. Ia adik kelas dua tahun di bawahku saat itu. Tampaknya sejak saat itulah; aku mulai jatuh cinta kepadanya. Melalui suara indahnya.

''Cocok deh kalo begitu,'' kataku.
''Cocok gimana?'' tanyanya.
''Yah, kamu kan suka nyanyi, pas maksudku sama kegiatanmu yang sekarang...''
''Iya dong! Hehehe, lagian hobiku emang nyanyi. Soalnya, nyanyi itu bisa ngungkapin perasaan kita lho!''
''Benarkah?''
''Kamu gak tau? Kalo aku sedih... aku pasti nyanyi, kalo lagi seneng juga. Cuma lagunya yang berubah.''
''Kalo lagi jatuh cinta?'' tanyaku.

Jeje tersedak. Ia langsung terbatuk-batuk. Aku membantunya dengan memberikan saputanganku padanya.

''Maaf uhuk,'' katanya.
''Aku yang harusnya minta maaf... kamu gak apa-apa?''
Ia tersenyum. ''I'm fine! How about you? Hihihi...''
''Never been better....'' jawabku tersenyum lega. Ia cuma tersedak sedikit saja.

Lebih baik ganti topik.
''Terus... kamu sekarang kuliah atau kerja?''
''Kerja,'' jawabku.
''Di mana?''
''Hem... jadi supir.''
''Supir? Kayaknya seru!''
''Tentu. Sama seperti menyanyi. Ada kalanya aku menyetir dengan perasaan yang berbeda-beda. Sedih, senang... dan jatuh cinta...''
''Daritadi cinta-cintaan mulu nih huuuu.''

Aku menyembunyikan ID siswa penerbang milikku. Aku pikir mungkin bukan saat yang tepat untuk memberitahukan kepadanya bahwa kini aku telah menjadi seorang siswa penerbang.
Salah satu motivasiku menjadi seperti sekarang adalah ketika aku mendengar Jeje berbicara kepada temannya dulu :

''Aku harap jodohku nanti adalah seorang pilot! Supaya ia bisa membawaku terbang ke angkasa!''

Mungkin ia sudah melupakannya.
Tapi, aku tak pernah melupakan saat di mana ia menyanyikan lagu : I will fly into your arms... and be with you, till the end of time...

Entah kenapa, aku merasa bahwa lagu itu ditunjukkan untuk diriku.
Mungkin aku ge-er.

''Kamu mau nonton theater enggak?'' tanya dia kemudian.
''Teather? Teather apa?''
''Ini nih!'' jawabnya sambil menyodorkan selembar tiket teather JKT 48 kepadaku.
''Konser JKT 48?'' tanyaku.
''Spesial event. Mau gak? Aku nyanyi solo lho di sini...'' katanya.
''Aku kurang menyukai JKT 48,'' jawabku.
''Yahhhh... sayang sekali,'' jawabnya sambil cemberut. ''Padahal lagunya bagus.''
''Lagu baru?''
''Iya, judulnya Even A Hundred Year, aku sendiri lho yang menulisnya!'' ucapnya bangga.
''Sepertinya bagus...'' ucapku.
''Enak aja! Pasti bagus! Hehehe.''

Jeje mengizinkanku untuk mendengarkan demo lagu baru yang ia tulis sendiri. Ia sendiri jugalah yang menyanyikannya. Even A Hundred Year.
Suara yang indah melantun syahdu dalam tiap tembang penyejuk. Hatiku bergetar mendengar nada-nada pengguncang jiwa. Begitu meresap dalam jiwa, begitu menusuk hingga ke hati.

Even A Hundred Year.
Bercerita tentang penantian seorang wanita yang setia menunggu pria yang dicintainya untuk pulang, meski pria ini tak pernah menyadari arti penantian si wanita. Wanita ini terus menunggu meski tak ada harapan untuknya, tak ada kesadaran dari sang pria.

''Gimana?'' tanyanya setelah lagu selesai diputar.
Aku melepas headset dan berkata :
''Benarkah kamu yang menulisnya?''
Ia mengangguk sambil tersenyum.
''Aku suka,'' jawabku.
''Lalu?''
''Tak ada lalu. Aku suka. Itu saja.''
''Hemmm yaudah deh...''

Belum selesai ia berbicara, dering teleponku berbunyi. Cukup kencang pula.
Jeje tampak menyadari nada dering dari handphoneku. Aku dapat melihat dari sorot matanya.

''Ah maafkan aku,'' kataku.
''Ambil waktumu...'' jawabnya.
Aku segera mengangkat teleponku. Ternyata dari seorang temanku, yang biasanya curhat kepadaku.
''Hem... sekarang waktunya kurang tepat,'' kataku padanya.

Aku harap Jeje tidak menyadarinya. Nada dering handphoneku adalah Temo demono namida atau Tangis Kesedihan. Salah satu lagu JKT 48; yang dinyanyikan oleh Jeje dan Melody.

Aku berbohong.
Aku selalu mengikuti sepak terjang Jeje dan JKT 48.
Aku selalu menyanyikan lagu-lagu hits mereka, bahkan aku hafal. Aku bahkan mengidolakan Jeje. Aku... terlebih dulu mencintainya...

Aku kembali ke kursiku.
Namun tak kudapati Jeje di sana. Hanya ada segelas cappucino kosong berdiri di sana.
Apakah ia sudah pergi?

Aku menemukan sebuah nota dengan tulisan tangan yang kukenal :

Aku harus segera kembali, produser meneleponku.
Senang bertemu denganmu, lain kali, kita minum bersama lagi.

-salam manis, Jessica.

Aku tersenyum membacanya.
Tapi, aku dikejutkan kembali oleh selembar tiket teather JKT 48 yang ditaruh di bawah selembar nota tersebut.

Aku mengambilnya.
Tertulis di sana :

''Aku menunggumu untuk duduk di barisan paling depan.''

Air mata tercucur dari kedua bola mataku. Sedih, senang, terkejut. Semua bercampur menjadi satu.

Aku pasti datang.
Aku pasti menontonmu.
Dan aku akan menunggumu kini, meski membutuhkan tiga tahun lagi untuk bertemu, meski membutuhkan seribu tahun.... aku rela membuatmu menyadari arti sejati mencintaimu.

Selesai.


Author By:

Inspirations by : JejeJKT48.
 

Unknown

I'm just newbie pentester and linux enthusiast

No comments :

Post a Comment

Leave a Comment...

Powered by Blogger.

About Us