Bulan November menyapa kota
Jakarta, hujan masih saja turun
membasahi ibukota tercinta. Aku
memacu mobil sport hitamku menuju
pulang dari kampusku. Ketika itu
hujan cukup deras sampai akhirnya
aku terjebak macet.
Saat berjalan pelan aku melihat
seorang gadis sedang duduk temenung
di halte dengan raut muka ketakutan.
Aku langsung meminggirkan mobilku
lalu turun dan mendekati gadis itu.
Dia duduk termenung sambil
menitihkan air mata.
"Kamu kenapa?" Tanyaku padanya.
Dia hanya menoleh menatapku lalu
tersenyum "Aku tidak apa-apa kok."
Jawabnya sambil mengusap air
matanya.
"Mau aku antar pulang? Daripada
kamu nunggu di sini. udah hampir
malam loh." Kataku sembari duduk
disebelahnya, Dia menoleh dan
mengangguk pelan.
Sepanjang perjalanan suasana dingin
di mobilku, gadis itu hanya terdiam
sambil menatap layar android
miliknya.
"Sorry, kita belum kenalan ya?"
suaraku mengagetkannya. "Aku
Daniel Yovie. Panggil aja Yovie"
"Aku Haruka Nakagawa. panggil
Haruka ya." Katanya sembari
tersenyum.
Kupacu mobilku sesuai instruksi
Haruka hingga kami sampai di
sebuah rumah besar dengan banyak
ornamen Jepang menghiasi teras
rumah tersebut. Aku diajak masuk
oleh Haruka, saat di dalam rumah
aku baru sadar kalau ternyata
Haruka adalah orang Jepang asli.
Kupikir hanya namanya saja yang
Jepang.
"Mau minum apa, Yov?" tanyanya
sembari membereskan beberapa
bantal kursi yang berantakan.
Aku tersenyum dan berkata "Terserah
kamu aja". Lalu aku melihat
beberapa foto di meja hias, menarik
sekali.
Selang beberapa saat, Haruka sudah
kembali dari dapur dengan
membawa dua cangkir hot chocolate.
Aku yang melihat itu langsung
membantunya menaruh diatas meja.
Saat kami berbincang-bincang, aku
baru mengerti kalau Haruka orang
Jepang asli dan kesini karena harus
menemani neneknya yang sedang
sakit di rumah sakit. Kebetulan
neneknya lama tinggal di Indonesia.
****
Tak terasa sudah empat bulan aku
mengenal Haruka, sekarang aku dan
Haruka sudah seperti saudara.
Semakin hari semakin dekat saja aku
dengan Haruka.
"Yov, aku mau tanya sesuatu boleh?"
Tanya Haruka saat kami sedang
berjalan-jalan di sebuah taman.
"Tanya apa? Boleh kok" Jawabku
sembari menoleh ke arahnya. Dia
kemudian terdiam menatapku.
"Haruka? Kamu mau tanya apa?" Aku
bingung melihat tingkahnya yang
aneh.
"Hal apa yang kamu takuti di dunia
ini?" Haruka menatap mataku tajam,
sementara aku hanya tersenyum
kecil.
"Hmm..." Belum selesai aku
berbicara tiba-tiba Haruka menerima
telefon kalau neneknya berada
dalam kondisi kritis. Seketika itu juga
aku langsung mengantar Haruka ke
rumah sakit tempat neneknya
dirawat.
Di rumah sakit, Haruka harap-harap
cemas dengan kondisi neneknya
yang semakin menurun sehingga
harus di operasi. Haruka menangis,
aku reflek memeluknya erat. Aku
berbisik "Nenekmu akan baik-baik
saja Haruka, percayalah." Dia hanya
mengangguk dan membalas
pelukanku.
Selang 2 jam, aku dan Haruka masih
dalam keadaan cemas. "Aku takut
kehilangan nenekku, Yov." Haruka
berbisik padaku.
Kugenggam tangannya lalu
tersenyum, "Percayalah Haruka."
Dia lalu menyenderkan kepalanya di
bahuku. di saat bersamaan sang
dokter keluar dari ruang operasi
dengan ekspresi yang tidak enak.
"Dok, bagaimana keadaan nenek
saya?" Tanya Haruka pada sang
dokter.
"Mohon maaf..." Sang dokter
menghela nafas "Kami sudah
berusaha semampu kami tapi
rencana Tuhan berkata lain."
Mendengar itu Haruka langsung
menangis dan memelukku erat. Aku
mendekap tubuhnya, air matanya
membasahi dadaku. Aku mengerti
apa yang dirasakan Haruka karena
beberapa bulan lalu aku baru saja
kehilangan kakekku yang harus pergi
untuk selamanya.
Prosesi pemakaman nenek Haruka
sudah selesai. Sebelum meninggal,
neneknya memang sempat meminta
agar dikuburkan di Indonesia tidak di
Jepang karena sudah terlanjur jatuh
cinta dengan Indonesia.
Haruka masih saja bersedih. Dengan
tenang aku menggenggam tangannya
lalu tersenyum menatapnya. Haruka
menoleh memandangku, "Jangan
berlama-lama bersedih Haruka.
Nenekmu sudah tenang disana."
Haruka hanya tersenyum lalu
berdoa.
Setelah kepergian sang nenek,
Haruka jadi semakin dekat
denganku. Hubungan kamipun
semakin dekat, perlahan tapi pasti
aku mulai menyukainya. Namun aku
belum berani mengungkapkan
perasaanku padanya. Aku merasa
seperti laki-laki pengecut yang
bersembunyi di balik tembok
ketakutan yang tinggi.
****
Haruka harus kembali ke Jepang
untuk melanjutkan studinya yang
sempat terhenti karena harus
merawat neneknya. Namun saat dia
harus kembali, Haruka sempat
memintaku untuk mengantarnya ke
Bandara. Karena itu bertepatan
dengan jadwal kuliah aku tidak bisa
mengantarnya.
"drrr, drrr, drrr" Handphoneku
bergetar. Aku masih fokus dengan
arahan dosenku. "drrr, drrr, drrr"
Handphoneku kembali bergetar.
"drrr, drrr, drrr" semakin lama
semakin mengganggu konsentrasiku.
"drrr, drrr, drrr" Setelah setengah
jam berlalu Handphoneku masih
bergetar. Aku minta izin ke toilet,
kulihat 19 missed call dari Haruka
"drrr, drrr, drrr" Haruka kembali
menelpon dan aku langsung
mengangkat telepon tersebut. Namun
yang bicara bukan Haruka.
Aku kaget sekaget-kagetnya
mendengar berita dari orang tersebut
kalau Haruka masuk rumah sakit
karena mengalami kecelakaan. Aku
langsung memacu mobil sport hitam
milikku ke rumah sakit yang
disebutkan si penelpon.
Begitu sampai aku langsung menuju
ke ruang UGD, aku melihat seorang
gadis manis dengan perban yang
melingkar di kepalanya dan juga di
lengannya duduk cemas didepan
ruang UGD. Dia menoleh melihatku,
aku mendekat padanya.
"Kamu Yovie ya?" Tanya gadis itu.
"Iya. Kamu kenal aku?" Kataku
dengan raut wajah bingung.
"Oh tidak, aku yang menghubungi
kamu tadi. Soalnya aku bersama
Haruka saat kecelakaan dia
tergeletak di jalan dengan luka cukup
parah akibat tertabrak sebuah sedan
hitam, sambil memegang hape ini.
Dan nomor yang di tuju terakhir
nomor kamu, jadi aku telepon nomor
kamu." Jelas gadis itu kepadaku.
Tiba-tiba sang dokter keluar dari
UGD. "Bagaimana keadaan Haruka
dok?" Tanyaku cemas.
"Keadaannya kritis. Kami butuh
donor darah karena pasien
kekurangan darah akibat kecelakaan
tersebut." Jelas sang dokter.
"Golongan darah apa dok?" Tanyaku.
"O" Jawab sang dokter.
"Saya mau mendonor dok." Aku
memutuskan untuk mendonorkan
darahku untuk Haruka.
****
Aku cemas menunggu proses operasi
Haruka. Sementara gadis tadi hanya
duduk terdiam menatapku. Aku tidak
tahu harus melakukan apa, saat ini
yang ada di pikiranku hanya Haruka
saja.
"Nampaknya Haruka tidak salah
menyukai seseorang seperti dirimu."
Tiba-tiba gadis itu berkata.
"Apa maksudmu?" Aku mengeritkan
dahi sambil menoleh kearahnya. Dia
hanya tersenyum lalu menyuruhku
untuk duduk di sampingnya.
"Aku Rena. Aku ini salah satu sahabat
Haruka. Kami sama-sama orang
Jepang asli. Haruka sudah cerita
semua tentang kamu padaku." Kata
Rena padaku.
"Memang Haruka cerita apa soal
aku?" Aku semakin bingung.
"Intinya dia menyukaimu sejak
pertama kali kalian bertemu. Saat itu
Haruka sedih dengan keadaan
neneknya yang tidak kunjung
sembuh, sampai akhirnya dia
termenung di halte dan tanpa sadar
menitihkan air mata. Saat itu juga
kalian bertemu." Jelas Rena padaku.
"Haruka menilaimu sebagai seorang
yang perhatian, dan selalu ada
buatnya." Lanjut Rena.
Aku hanya terdiam mendengar
perkataan dari Rena. Sementara
mengerti Rena menyemangati dan
memberi harapan kalau Haruka pasti
selamat. Tak lama kemudian dokter
keluar dari UGD dan mengatakan
kalau operasi Haruka berjalan
lancar dan Haruka sudah sadar. Aku
langsung tersenyum sumringah
mendengar kabar dari dokter
tersebut.
****
Setelah dipindahan ke ruangan rawat
inap, kondisi Haruka terlihat
semakin membaik. Aku turut merasa
senang dengan membaiknya kondisi
Haruka, tapi sampai saat ini aku
masih belum berani mengungkapkan
perasaanku padanya.
"Aku bingung bagaimana harus
mengatakannya." Kataku pada Rena
saat kami berjalan menyusuri
koridor rumah sakit menuju ruangan
Haruka dirawat.
"Mengatakan apa, Yov?" Tanya Rena
padaku.
"Aku sebenarnya menyukai Haruka,
aku sayang sama dia. Aku nggak mau
kehilangan dia." Aku jujur pada
Rena.
"Hoo, itu toh masalahnya. Aku bisa
membantumu." Rena tersenyum.
Setelah sampai di ruangan Haruka,
tiba-tiba Rena mengatakan kalau ada
yang tertinggal dan dia buru-buru
keluar meninggalkan kami berdua.
Seketika aku merasa gugup dan
gemetaran, ada apa ini?
"Yov? Kenapa? Kok gugup gitu?" Bisik
Haruka dengan suara lemah.
"nggak apa-apa kok." Aku berusaha
menetralkan diriku meski tetap
keliatan canggung.
Haruka tertawa kecil, dan terdiam
sesaat. "Sebenarnya..."
"Aku menyukaimu Haruka. Aku
sayang sama kamu dan aku nggak
mau kehilangan kamu." Aku
memotong perkataan Haruka.
Tidak ada reaksi berarti dari
Haruka. Dia hanya terdiam. Aku
menggenggam dan mencium
tangannya. Dia menoleh kearahku
dan mengatakan sesuatu.
"Sebenarnya aku juga menyukaimu,
Yov. Sudah lama sejak kita pertama
kali berjumpa waktu aku menangis di
halte itu." Kata Haruka tersenyum.
Aku benar-benar merasa senang,
bahagia, sekaligus bersyukur bahwa
ternyata cintaku tidak bertepuk
tangan. Haruka kemudian merubah
posisi menjadi duduk dan
menjulurkan tangannya padaku.
Mengerti, akupun langsung
mendekap Haruka erat sekali.
Kucium keningnya sebagai tanda
kalau aku benar-benar
menyayanginya. Haruka hanya
tersenyum malu lalu membenamkan
wajahnya di pundakku. Sedang
berpelukan tiba-tiba Rena masuk
kedalam dan memergoki kami sedang
berpelukan.
"Wah, Kalian ngapain?" Tanya Rena
polos dengan ekspresi melongo lucu
sekali.
serempak aku dan Haruka tertawa.
"Kok kalian ketawa sih?" Rena
semakin bingung dan mengaruk-
garuk kepalanya.
"Kamu itu lucu Rena!" Kataku.
"Iya, betul!" Timpal Haruka.
"Oh, aku mengerti sekarang. Kalian
sudah saling menyatakan cinta ya?"
Tanya Rena dengan ekspresi bingung.
"Tidak tau." Jawab Haruka.
"Loh, kok?" Rena semakin bingung.
"Rena kepo!!!" Balas Haruka.
Lalu kami tertawa berbarengan.
-TAMAT-
Pengirim :
Author By : Febri Hutomo
Twitter Anda : @Febri_United
Judul Cerpen Anda : Smile
Inspiration By : Haruka Nakagawa
Kategori Cerpen :Romantis
Gambar Untuk Cerpen Anda
http://www.jotform.me/uploads/guest_40701626279051/40701633082445/262058214123976600/HARUKA.jpg
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment
Leave a Comment...