Ternyata …
Hari ini aku janji menemui Nabila di taman bermain yang tidak jauh dari rumahku. Aku tidak tau harus berkata apa setelah apa yang terjadi kemarin. Saat awal aku kuliah dulu aku mengikuti sebuah unit kegiatan mahasiswa kampus yang menurutku sesuai dengan minat dan bakat ku selama ini. Musik, ya menurutku melalui musik kita dapat mengekspresikan berbagai perasaan yang kita alami tak terkecuali cinta. Semester baru pun tiba saat dimana banyak mahasiswa baru yang akan mendaftar dalam organisasi yang aku ikuti ini. Satu jengkalpun tak pernah ku pikir aku akan mendapati situasi yang rumit berawal dari sini.
Banyak mahasiswa berbondong-bondong mencari letak sekre musik yang sulit ditemui jika di bandingkan dengan sekre organisasi yang lain. Tapi hal itu tidak menyurutkan seorang Nabila yang ingin mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa, dia datang bersama beberapa orang temannya 'mau daftar ya de?' Tanya temanku 'iya ka, sama temen-temen ku juga ini' 'ya udah isi formulir dulu yah.' Saat itu aku berada di dalam sehingga aku hanya mendengar suara percakapan beberapa orang gadis di luar yang sedang melakukan transaksi pendaftaran. Tidak beberapa lama aku keluar, aku melihat beberapa orang gadis yang saat itu sedang sibuk mengisi data diri. Ada seorang gadis yang sibuk mengisi formulir di tengah jalan dan itu menghalangi jalanku 'de jangan di jalan yah, ini kan buat orang lewat' dia melihatku dan tersenyum. Aku sedikit terperangah ketika melihat nya tersenyum menghadapku 'iya ka ini mau minggir maaf yah ka' 'oke, Nabila?' 'kok tau nama ku ka?' 'yaelah itu tadi kamu abis nulis' 'oh iya sampe lupa, iya ka nama ku Nabila' 'ya udah di lanjutin yah' aku pun pergi meninggalkan Nabila menuju motorku yang terparkir di depan.
Aku adalah sosok yang mudah jatuh cinta, maka setelah mendapat senyum eksotis dari seorang Nabila aku merasa seperti ada hal lain di dalam diriku yang membuat ku ingin terus semakin dekat dan semakin dekat dengan sosok Nabila. Keesokan harinya aku kembali ke sekre music dengan harapan aku dapat menemui beberapa mahasiswa baru yang mendaftar kemarin terutama Nabila. Nampaknya aku tidak beruntung sebab saat aku datang hanya terdapat 2 orang temanku yang sedang asik sendiri dengan laptopnya 'bro engga ada anak baru maen kesini?' 'engga gue dari tadi engga liat' 'oh oke deh kalo gitu.' Setelah aku tidak menemui sosok Nabila aku pun keluar untuk menuju kantin untuk sekedar membasahi tenggorokanku yang mulai kering. Kalo saja aku kemarin sempat melihat formulirnya lebih lama mungkin aku akan tau Nabila fakultas Nabila, dan tentunya aku tidak akan buta informasi seperti saat ini.
Pucuk di cinta ulam pun tiba, mungkin itu pepatah yang pas untukku karena saat kakiku berjalan keluar tiba-tiba muncul dari kejauhan sosok yang aku cari. Dia datang mengarah tepat kepadaku dan menyapaku 'siang mas, mas yang kemaren kan ya? Nama mas siapa?' 'eh iya siang Bil, oh iya belom kenalan. Kenalin aku Fadli' 'ka Fadli mau pergi?' 'oh engga aku tadi Cuma liat sepatu siapa tau ilang sebelah' tanpa sadar aku menjawab tanpa berpikir 'lho apa mung…' 'sst udah engga perlu di bahas, ayo masuk aja.' Kami bercerita panjang lebar dan di sela cerita itu Nabila menyanyikan sebuah lagu dengan iringan gitarku. Suaranya unik dan sangat merdu, ini membuatku semakin ingin memilikinya karena memiliki nilai plus hobi yang sama. Aku juga mendapatkan segala informasi termasuk nomor handphonenya.
Selang beberapa hari kami sering jalan bersama, dan dalam beberapa hari itu pula aku menemui sosok gadis yang lain. Dia lah Shinka, dia juga seorang mahasiswa baru yang satu fakultas denganku. Hal ini membuatku memiliki intensitas pertemuan yang lebih sering bersama Shinka dari pada Nabila. Shinka adalah gadis lucu dengan mata sipitnya khas yang sulit di lupakan. Tapi Shinka berbeda dengan Nabila, karena Shinka lebih berkarakter pemalu dan hal ini yang membuatku semakin penasaran.
Sebenarnya aku pun bingung, aku tidak boleh menjadi pria yang suka mempermainkan hati wanita karena itu bukan aku. Sejauh ini aku dan Shinka hanya kenal seperti teman biasa karena sampai saat ini kami tidak pernah jalan bersama. Hatiku lebih memilih seorang Nabila. Hal ini di perkuat dengan dukungan teman-temanku yang menginginkanku untuk menyatakan cinta pada Nabila. Aku pun memilih Nabila dan meninggalkan Shinka.
Suatu pagi di hari senin terjadi hujan yang sangat lebat di tengah perjalananku menuju kampus,hal itu membuatku harus berhenti sejenak di pinggir toko untuk berteduh. Disitu terdapat banyak sekali orang yang menantikan langit berubah menjadi terang seterang hatiku saat melihat Nabila tersenyum. Aku melihat sekeliling aku seperti melihat gadis yang tidak asing. Iya, itu ternyata Nabila. Seperti terdapat rencana tuhan yang tidak terduga sehingga kami bisa di pertemukan di saat yang seperti ini. 'Bil! Eh kok bisa ketemu disini si' 'eh kak Fadli? Iya ini aku engga bawa jas hujan, lagi pula hujannya deres. Kak Fadli juga engga bawa jas hujan?' 'iya ni Bil, kok bisa pas gini yah.' Entah berapa kali aku mengungkapkan ke kagumanku karena bisa beretmu dengan Nabila di saat yang tidak terduga seperti ini. Aku berpikir apakah ini saat yang tepat untuk ku mengungkapkan perasaan pada Nabila? Dan syahdu hujan yang ikut mendukungku untuk mengungkapkan semuanya saat itu juga. 'Bil sebenernya aku mau ngomong sesuatu sama kamu' ku pegang tangan Nabila yang dingin 'ngomong apa ka?' 'aku suka sama kamu Bil? Mau engga kamu jadi pacarku?' 'kaka serius?' 'iya Bil aku serius' 'gimana ya ka. Aku juga sebenarnya dari awal liat kaka ngerasa ada yang beda dari kaka tapi aku baru beberapa hari lalu putus. Aku takut sakit hati lagi ka' 'Bil. Dengerin aku, aku engga bakal bikin kamu sakit ati. Aku yakin bisa bikin kamu lupa dari luka kemaren' 'tapi ka…' 'Nabila please aku bakal ngertiin keadaan kamu kok' 'oke deh ka, iya aku mau jadi pacar kaka' 'yeeaayyyy' seruku yang membuat kami hampir menjadi pusat perhatian. Aku begitu senang hari itu bisa menemukan gadis tambatan hati seperti sosok Nabila.
Hari demi hari pun di lewati. Perasaan kami berdua semakin menjadi-jadi, hal ini lah yang mungkin disebut puncak dari perasaan cinta dalam sebuah hubungan. 5 bulan kami berjalan tidak ada masalah yang berarti sehingga hubungan kami begitu tenang tanpa suatu keributan.
Dering handphoneku suatu pagi membangunkanku. Ternyata terdapat dari nomor telephone yang tidak aku kenal. Aku mengangkatnya 'Halo?' 'Fadli. Inget aku?' dari suaranya seperti seseorang yang pernah aku kenal 'engga tau lah, orang ini nomor baru' 'Naomi? Masih inget' Naomi adalah mantan kekasihku yang pergi meninggalkanku demi orang lain. Mendengar namanya aku langsung mematikan telephone dan me non aktifkan handphoneku. Engga ada angin engga ada ujan tau-tau nelpon, lagian perasaan nomer gue udah ganti. Tau dari mana dia?
Hingga ke esokan harinya Naomi tidak lagi menelphone ku ataupun sekedar mengirim sms padaku. Hal ini membuatku nyaman karena tanpa bayang-bayangnya lagi. Aku beranjak menuju rumah Nabila untuk mengajaknya keluar. Tiba-tiba aku melihat seorang pria keluar dari rumah Nabila sedang bersalaman dengan ibu Nabila, hatiku yang melihat hal seperti itu merasa marah dan ingin menanyakan semuanya langsung pada Nabila. Selepas orang itu pergi aku langsung menuju rumah Nabila. 'sini duduk dulu' 'engga aku mau langsung nanya. Tadi itu siapa?' 'oh itu tadi temen aku waktu SMA. Kamu cemburu ya haha' 'engga lucu Bil, udah lah aku males hari ini pergi. Aku mau pulang lagi aja' 'lho kok pulang, Fadli dia bukan siapa-siapa aku kok. Jangan marah si' 'udah engga moet.' Memang lah saat dimana perasaan cinta terhadap seseorang itu memuncak, akan semakin mudah pula untuk kita marah kepada orang tersebut meskipun tanpa suatu dasar yang kuat.
Sepulangku di rumah aku melihat handphone dengan harapan ada pesan masuk yang berasal dari Nabila setelah peristiwa tadi. Benar ada sebuah sms tapi itu bukan berasal dari Nabila melainkan dari nomor yang tidak aku beri nama. Iya Naomi kembali menghubungiku, dia meminta maaf atas kesalahannya di masa lalu yang pernah dia perbuat padaku, dia mengaku menyesal. Kembali aku tidak menanggapi pesan singkatnya, selang beberapa waktu handphoneku kembali bordering. Kali ini Shinka yang menghubungiku, aku berpikir Shinka begitu tepat hadir saat aku dilanda amarah. Hal ini sedikit meringankan masalahku dengan Nabila mengingat Shinka adalah gadis yang aku sukai juga sebelum akhirnya aku menjatuhkan pilihan pada Nabila. Dan hingga detik ini Shinka tidak pernah tau jika aku telah memiliki seorang pacar karena aku tidak pernah menceritakannya. Aku berpikir bahwa hal ini tidak terlalu penting karena inti dari sebuah hubungan adalah tidak mempunyai hubungan dengan wanita lain selain dengn pasangan kita.
Malam hari menjelang tidur aku berpikir untuk mengirim suatu pesan permohonan maaf pada Nabila atas sikapku tadi siang. Sebelum semua aku lakukan masuk lah sebuah pesan yang ternyata berasal dari Nabila. Dia meminta maaf atas sikapnya tadi yang membuatku semakin marah hingga pulang ke rumah. Selepas pesan itu hubungan kami membaik, aku pun lega setelah melewati fase sulit ini.
Aku juga semakin intens berkirim sms dengan Shinka, tapi Shinka tidak pernah mau di temui jika di kampus. Dia berkata melalui pesannya kalau tidak ingin membuat sebuah fitnah jika kami memiliki kedekatan sehingga kami tidak pernah berbicara selama di kampus. Suatu ketika hubungan aku dan Nabila kembali renggang, aku begitu sangat takut kehilangan Nabila tapi di sisi lain ada seorang Shinka yang juga semakin dekat denganku. Hal ini membuatku sangat berpikir apakah akan mempertahankan semuanya atau memutuskan pergi dan menyendiri atau pergi bersama seorang Shinka.
Aku mengajak Nabila bertemu untuk menjelaskan masalah dan memilih jalan apa yang akan di tempuh. Aku tidak ingin ditinggalkan Nabila, meskipun perasaanku tidak sebesar dulu tapi ada rasa dimana kita tidak mamapu untuk meninggalkan suatu hal yang secara kontinuitas selalu bersama kita. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut. 'Bil, kamu itu ngeselin banget engga pernah mau ngalah!' 'ok fine, kalo gitu siapa juga yang mincing emosi!' kami beradu mulut. Tapi aku sadar aku menjadi sosok yang lebih tua dan memutuskan untuk mengalah agar masalah ini cepat selesai dan Nabila tidak pergi meninggalkanku. 'Ya udah Bil. Maafin aku yah, aku ngaku salah. Aku engga akan nyebelin lagi. Aku sayang kamu Nabila' 'Fadli' memelukku sembari menangis. Hubungan kami terselamatkan tapi tiba-tiba dia mengambil handphoneku, aku sadar masih banyak sms Shinka yang belum aku hapus. Seperti dugaanku dia membacanya, aku tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. posisi seperti ini adalah posisi dimana kita akan mengatakan apapun kita akan selalu salah, karena pada dasarnya aku memang bersalah karena telah berkirim pesan dengan wanita lain
'Pulang Dli! Aku pengen pulang!' ucapnya sembari menangis. Aku yang mendengar kata-kata itu bingung harus menjawab apa sehingga aku pun menurutinya untuk mengantarnya pulang. Sepanjang jalan kami tidak saling bicara dengan sesekali aku mendengar tangisan Nabila.
Hal ini yang memicu pertemuanku dengan Nabila di taman 2 hari setelah pertemuan terakhir kami. Dalam selang dua hari tersebut Nabila tidak pernah memberi kabar padaku. Ketakutanku akan kehilangan sosok Nabila makin menjadi, karena aku tidak punya kekuatan lagi untuk menahannya. Sudah begitu jelas aku akui aku telah membuat hatinya begitu sakit mendalam. 'Fadli, aku engga pungen denger kamu ngomong apa-apa. Aku mau kita udahan sampe disini, kamu udah ingkarin janji kamu dulu yang bilang engga bakal bikin aku sakit hati' 'tapi Bil tolong pertimbangin lagi, aku bener-bener nyesel udah berlaku kaya kemaren. Kemaren juga baru balikan masa udah marahan lagi' 'yang bikin marahan lagi itu ulah kamu. sadar engga! Udah Dli aku harap kita selesai kalo kamu pengen lanjutin sama Shinka aku engga masalah. Makasih udah pernah hadir di kehidupanku, maksih udah kasih warna lain, makasih udah ada buat aku kapan pun aku butuh. Sekarang kita Cuma sekedar teman ka Fadli' dia pergi meninggalkanku dengan linangan air mata yang masih mengalir di pipinya. Aku kejar pun rasanya tidak akan bisa merubah keadaan. Dia telah pergi menjauh menggunakan taksi yang terparkir di depan taman tersebut.
Aku memutuskan untuk bertanya langsung pada Shinka, gadis yang telah membuat hubunganku hancur. 'Shin kamu tau engga gara-gara sms kamu aku jadi putus sama pacarku' 'ka Fadli ngomong apa? Sms yang mana' 'sms kamu. kamu jangan berlaga engga ngerti Shin! Kita itu tiap malem sms an' 'sumpah ka aku engga ngerti ka Fadli ngomong apa' geram dengan jawaban Shinka aku pun menunjukkan sms yang dia kirim. 'ka ini emang bener nomor aku, tapi aku udah engga pegang hp lama. Hp aku sekarang di pegang kakaku' 'haah jadi yang sms aku itu bukan kamu maksudnya?' 'iya ka, berarti yang sms an sama kaka selama ini itu kakaku. Kak Naomi' alangkah terkejutnya aku mendengar ternyata dalang di balik semua ini adalah seorang Naomi yang benar-benar sangat aku hindari. 'ya tuhan, kenapa engkau pertemukan aku dengan orang seperti Naomi' 'kaka kenal sama kaka aku? maafin kakaku yah, maafin aku juga karena aku juga ikut terlibat disini' 'iya dia mantan pacar kaka dulu.semua udah kejadian Shin kaka engga bisa apa-apa, Nabila pacar kaka udah bener-bener benci sama kaka gara-gara hal ini. Shin kalo kamu adik Naomi kok kaka engga pernah liat sebelumnya?' 'iya ka aku ikut kakek nenek waktu kecil jadi engga bareng kaka.'
Terkuak sudah semua hal buruk yang menimpaku berasal dari seorang Naomi. Aku tidak pernah tau arah jalan pikirannya dan apa yang akan dia perbuat terhadapku. Aku mencoba tabah dan belajar pada semua yang terjadi.
Pengirim :
Author By : Reqzi Syahrial
Twitter Anda :
Judul Cerpen Anda : Ternyata ...
Inspiration By :
Kategori Cerpen :
No comments :
Post a Comment
Leave a Comment...